Contoh Syair


Sebelum membahas mengenai contoh syair, alangkah baiknya jika mengetahui apa itu syair. Dan bagaimana perkembangnnya. Tradisi masyarakat Arab dalam mengekspresikan perasaan, dengan syair sudah ada sejak dahulu. Bahkan, sebelum munculnya islam. Saat itu, isi syair ditulis didominasi oleh hal-hal yang bersifat duniawi sehingga dikenal sebagai syair Jahili. Diwan al-Arab yang berarti catatan sejarah bangsa Arab, merupakan salah satu bukti bahwa syair tak hanya digunakan untuk mengekspresikan perasaan.
Namun, juga sebagai media dalam untuk menginformasikan kondisi lingkungan, dan peperangan yang terjadi. Masyarakat umum seringkali kesulitan dalam memahami makna syair yang ditulis para Sufi. Sebab karakternya yang bersifat terbuka, padat, dan penuh makna.  Serta penggunaan lambang kenikmatan duniawi telah menjadi ciri khas syair sufi.
Seiring dengan masuknya agama islam ke Indonesia. Masyarakat pribumi pun mulai mengenal syair. Dan melahirkan penyair-penyair yang sangat mahsyur seperti Hamzah Fansuri.  
Definisi syi’ir atau syair :
Secara umum beberapa ahli mendefinisikan syair sebagai “Suatu kalam (ungkapan atau rangkaian kalimat) yang sengaja diberi wazan dan qafiyah” (Luis Ma’ruf).  Namun, seiring bertambahnya waktu definisi tersebut mengalami beberapa perkembangan. Seperti yang dituturkan Ahmad Hasan al-Zayyat yang beranggapan bahawa syair merupakan “kalam yang sengaja disusun berdasarkan wazan dan qafiyah, menggambarkan imajinasi yang indah dan ilustrasi yang menarik”.
Tidak jauh berbeda dengan definisi yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Pengarang al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, mendefinisikan syair sebagai “kalam yang fasih yang berdasarkan pada wazan dan qafiyah, dan biasanya mengungkapkan tentang gambaran-gambaran imajinasi yang indah”.
Berdasarkan definisi yang dikemukan para ahli, terdapat 4 hal yang menjadi unsur syair. Yakni wazan dan qafiyah, imajinasi (khayal), serta tujuan (al-ghardh).
Tema-tema syair
1.      Al-madh atau lebih dikenal dengan syair pujian. Biasanya pujian tersebut ditujukan kepada seseorang atau mengekspresikan kekaguman terhadap sesuatu. Syair jenis ini sudah ada sejak masa Jahiliyah, hingga masa modern. Biasanya syair jenis al-madh sering digunakan untuk memuji raja, sehingga lebih banyak berkembang di area istana. Salah satu penyair yang dulunya sering menciptakan syair jenis ini adalah Sanai.
2.      Al-hija merupakan syair ejekan. Pergeseran zaman membuat syair al-hija hanya bertahan sampai masa pemerintahan Daulat Abasiyah. Kurang diminatinya syair al-hija karena terjadiya peregeseran situasi politik. Sehingga para penyair lebih tertarik untuk menjadikan politik sebagai tema syairnya. Namun, pada awal islam syair ini kembali diminati oleh masyarakat. Dan digunakan sebagai media untuk membalas ejekan yang diutarakan oleh orang kafir.
3.      Al-ghazal, syair jenis ini seringkali digunakan sebagai syair rayuan. Pada masa modern syair ini dimaknai sebagai syair percintaan. Al-ghazal diminati sampai akhir pemerintahan Daulat Abbasiyah.
4.      Al-hamasah atau syair penyemangat. Yang seringkali digunakan sebagai penyemangat saat berperang. Terutama pada saat banyak terjadi perebutan wilayah yang dilakukan kaum muslimin di masa Bani Umayah dan awal mula muculnya agam islam. Syair ini sangat membantu dalam membangkitkan semangat para prajurit saat itu. Dan lagi-lagi karena pergeseran zaman syair ini tidak lagi diminati oleh masyarakat Arab. Saat ini, mereka lebih menyukai syair yang berhubungan dengan nasionalisme atau biasa disebut dengan al-syi’r al-wathani.
5.      Al-fakhkhar, membanggakan diri merupakan tujuan dari penulisan syair ini. Hal ini berkaitan dengan kultur masyarakat Arab yang senang membanggakan diri. Sebab, dalam jika seseorang memiliki sesuatu yang lebih ia akan dihormati, disanjung, serta dijunjung.
6.      Al-washaf adalah syair yang memiliki bentuk deskriptif. Isinya yang insiratif dan imajinatif membuat syair ini sangat diminati dan mengalami banyak perkembangan. Isi yang termuat dalam al-washaf biasanya menggambarkan tentang keindahan alam, kehancuran, pemandangan, serta peperangan.
7.      Al-ritsa atau biasa diartikan sebagai syair ratapan. Syair yang biasa digunakan sebagai ungkapan belasungkawa. Sampai saat ini, syair ratapan masih diminati. Bahkan, mengalami perkembangan yang cukup signifikan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Syairnya yang berkaitan dengan kondisi psikologis menjadikan alasan kenapa syair ini  masih dapat bertahan. 
8.      Syair modern munculnya tema baru dalam persyairan, dipengaruhi oleh berubahnya minat penyair. Yang cenderung ke arah sosial, budaya, dan kemanusiaan. Jenis syair yang muncul diantaranya al-syi’ir al-ijtima’I atau syair sosial, al-syi’ir  al-watanni atau syair nasionalisme, dan terakhir syair sejarah atau al-syi’ir wa al-ta’limi.


Syair sufi
Syair sufi adalah salah satu diantaranya sekian syair hasil perkembangan budaya. Syair yang lebih menekankan tentang aspek spiritual seorang insan dengan Tuhannya. Penggunaan simbol sebagai lambang untuk mengekspresikan kecintaan kepada Sang Rabb seringkali didapati dalam syair ini. Namun, hal tersebut juga sering membuat orang untuk salah  persepsi tiap kali membaca syair sufi. Alasan penggunaan symbol dan lambang dikarenakan tidak mampunya bahasa manusia untuk mendekripsikan perasaan atau emosi yang sangat dalam, yang dirasakan oleh para sufi.
Perkembangan syi’ir sufi
Muhammad al-Mun’im Khafaji mengakategorikan perkembangan syair sufi dalam 5 fase, yaitu :
1.      Fase pertama, pada fase ini para penyair menuliskan syairnya secara apa adanya. masih mengikuti trend saat itu, baik dari aspek seni, pemikiran, maupun sastra. Fase ini berlangsung di masa Khalifah Bani Abbasiyah, antara 100-200 Hijriyah. Penyair yang hidup di jaman ini adalah Rabi’ah Al-Adawiyah.
2.      Perkembangan yang cukup signifikan terjadi di fase kedua. Pada fase ini mulai syair sufi mulai memiliki ciri khasnya tersendiri. Seperti penggunaan lambang-lambang. Fase ini terjadi mulai tahun 300 sampai 400 H.
3.      Syair yang mengungkapkan kecintaan kepada Sang Ilahi, kerinduan terhadap tempat yang disucikan, serta pujian bagi Rasul menjadi ciri khas syair yang berada di  fase ke tiga. Di fase yang terjadi sekitar 400 H sampai 600H inilah mulai banyak bermunculan syair-syair sufi Persia. Berikut ini salah satu contoh penggalan syair yang digubah oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani:
يا من تحل بذكره                     عقد النوائب والشدائد
يا من إليه المشتكى                   وإليه أمر الخلق عائد
يا حي يا قيوم يا صمد                تنزه عن مضادد
أنت العليم بما بليت                  به وأنت عليه شاهد
أنت الرقيب على العباد              وأنت فى الملكوت واحد
أنت المنزه يا بديع                   الخلق عن ولد ووالد
أنت المعز لمن أطاعك               والمذل لكل جاحد

Wahai Engkau yang dengan mengingatNya terlepas semua simpul kesulitan dan kesusahan
Wahai Engkau tampat mengadu, yang padaNya semua makhluk kembali
Wahai Engkau yang Maha Hidup, Yang berdiri dengan sendirinya, Tempat bergantung segala sesuatu, yang suci dari semua yang berlawanan dengan hal itu
Engkau yang tahu dengan semua balaMu, dan Engkau pula yang menyaksikannya
Engkaulah penjaga semua hamba, dan Engkaulah satu-satunya yang ada dalam kerajaan
Engkau yang suci -wahai pencipta makhluk-, dari melahirkan dan dilahirkan
Engkaulah pemberi kemuliaan bagi yang mentaatiMu, dan pemberi kehinaan bagi yang mendurhakaiMu.
4.      Fase yang merupakan perkembangan yang cukup pesat dan terjadi ditahun 700 Hijriyah, yakni fase keempat. Dengan ciri khas yang terdiri dari ghazal, khamr, menjadi mempengaruhi cara bersyair kaum sufi. Yang awalnya ghazal hissi tersebut sudah berubah menjadi ghazal spiritual. Perubahan gaya bahasa pada fase ini dipengaruhi oleh Ibnu Farid. Hal tersebut pun mulai menyebar mempengaruhi syair-syair yang ada dibeberapa tempat, misalnya Perancis, Andalus, Turki, serta Persia. Termasuk Indonesia. Salah satu syair Ibnu Farid
 
فكل الذى شاهدته فعل واحد
                 بمفرده لكن بحجب الأكنة
إذا ما أزال الستر لم تر غيره               ولم يبق بالأشكال إشكال ريبة

Setiap yang kusaksikan adalah satu, akan tetapi dari tempat yang tersembunyi
Jika tirai itu tidak tersingkap, kau tidak akan menyaksikan yang lainnya, tidak ada bentuk lain selain keraguan.

5.      Dan fase yang terakhir terjadi disekitar tahun 800 Hijriyah, hingga sekarang. Di fase ini perkembangan syair yangterjadi tidak jauh berbeda dengan fase keempat.
Karakteristik syi’ir sufi
Syi’ir sufi memiliki karaketristiknya sendiri, yang membedakannya dari syair lainnya:
a.      Tema yang digunakan merupakan tema spiritual serta lebih banyak menggunakan simbol-simbol .
b.      Mengungkapkan kecintaan terhadap Tuhan, Rasul, serta kerinduan terhadap tempat-tempat yang disucikan.
c.       Dalam syair sufi, sifatnya cenderung mistik dibandingkan logis. Karena berkaitan dengan emosi yang menyangkut kejiwaan.
d.      Untuk mendeskripsikan sesuatu sangat eksresif, imajinatif, dan kreatif, serta sarat akan makna. Sehingga untuk memahaminya perlu pendekatan ilmu tasawuf.
e.      Berdasarkan jenisnya syair sufi dikategorikan sebagai syair romantik iluminasi spiritualis.
f.        Adanya keterkaitan antara symbol-simbol yang digunakan dengan ilmu tasawuf yang dianut penyair. Sehingga kebanyakan syair didominasi oleh syair hikmah dan moral, syair pensucian Tuhan, dan lain sebagainya.
Symbol dalam syair sufi
Penggunaan simbol menjadi karakteristik dalam syair sufi. Namun, penggunaan symbol yang bersifat ke duniawian seringkali menimbulkan kesalahan persepsi. Karena pengertian antar makna symbol yang digunakan dan makna sebenarnya yang sangat jauh. Seperti kata khamr jika diartikan sebagai makna sebenarnya adalah minuman yang memabukan, tetapi kaum sufi mengartikan khamr sebagai kenikmatan berjumpa dengan Tuhan.
Kaum sufi menggunakan simbol-simbol yang sifatnya deskripsi indrawi, percintaan indrawi, dan juga mabuk indrawi untuk menggambarkan kecintaan kepada Tuhannya. Sehingga pada syair sufi banyak ditemukan kata al-khamr, mata, pipi, rambut, wajah, dan lain sebagainya. Penggunaan lambang tersebut dikarenakan terbatasnya bahasa manusia dalam menyatakan kecintaan terhadap Tuhan.

Contoh syair
Salah satu syair yang mahsyur dikenal dunia Barat dan Timur adalah Rubaiyyat yang merupakan puisi 4 bari karya Umar Khayyam. Seorang astronom, ahli matematika, dan seorang filsuf yang lahir di tahun 1048. Karyanya merupakan ungkapan keresahan akan semakin  merajalelanya kakacauan dan kemunafikan yang terjadi di tanah kelahirannya, negeri Persia. Ia tak pernah mempublikasikan puisi-puisinya, karena pada saat itu kerajaan memberlakukan sensor.
Tak ayal, dunia baru mengenal karyanya 800 tahun setelah ia wafat. Ketika penyair dari Skotlandia menerjemahkan karya-karyanya ke dalam bahasa Inggris, ditahun 1809.  Anggur, wanita, pipi tulip, rambut ikal, acapkali ia gunakan pada bait-bait puisinya. Sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dikalangan pembaca.
Karena penggunaan simbol yang tidak dibarengi dengan penjelesan yang aksplisit. Sebagian menginterpretsikan Umar Khayyam sebagai hedonis. Namun, M. Nicole seorang penyair kebangsaan Perancis. Tidak setuju dengan pendapat Fitzgerald. Karena ia melihat sebagian besar  karyanya menggunakan lambang yang berhubungan dengan sufi. Seperti salah satu kutipan dari 186 rubaiyyatnya ini

Bait 1
Bangun! Cakrawala pagi dalam Kubah Malam
T’lah lemparkan Batunya bubarkan Berbintangan
Lihat! Sang Pemburu dari Timur pun Merasuk
Bilik Loteng Sultan berupa Simpulan Cahya
Untuk dapat memahami bait rubaiyyat diatas, terdapat beberapa kata kunci di tiap baris. Diantaranya :
-          Cakrawala pagi - datangnya waktu pagi
-          Kubah Malam ­- menunjukan kebodohan yang membuat manusia berada dalam kegelapan
-          Sang pemburu dari Timur - merupakan gambaran ilmu yang akan memberi petunjuk bagi manusia.
-          Simpulan Cahya ­- simpulan cahaya berarti seseorang yang berilmu akan memiliki simpulan cahaya dalam hatinya. Sehingga tidak mudah tergoda dengan hal-hal yang tidak baik.
-          Bilik Loteng Sultan - simbol yang menggambarkan kesombongan, dan senang akan kemewahan
Untuk dapat memahami maksud dari puisi di atas, harus menggunakan pendekatan tasawuf. Ilmu taswuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, untuk mendapatkan kebahagiaan abadi. Karena, apabila menilik syair diatas menggunakan pendekatan biasa akan terjadi perbedaan makna.
Seperti halnya ketika Edward Fitzgerald menerjemahkan rubaiyyat Umar Khayyam. Terutama pada puisinya yang berbunyi, Fitzgerald beranggapan jika Umar Khayyam menentang para sufi.
Buah Anggur, mengandung sebuah Serat;
Laksana urat melekat di Tubuhku -- biarlah sang Sufi mencela;
Tentang Logam Dasarku yang mungkin menyimpan sebuah Kunci, Kunci pembuka Pintu yang diratapnya dari luar.
Padahal maksud sebenarnya dari bait puisi diatas adalah penggambaran akan nikmatnya betemu dengan Tuhan.
Pada saat membaca puisi bait 1 menggunakan pendekatan orang awam. Makna tersurat yang ditangkap adalah bangun dari tidur. Hal ini dapat ditandai dari digunakannya kata bangun pada baris pertama rubaiyyat tersebut. Serta diikuti dengan kalimat “Sang Fajar pun Merasuk dari Timur” yang secara tersurat dapat diartikan telah terbitnya matahari dari ufuk timur.
Namun, tentunya seorang sufisme yang besar tidak akan hanya membahas tentang bangun bangun tidur. Dari beberapa kata kunci yang telah di telaah satu per satu. Dapat ditemukan makna tersirat dalam puisi tersebut adalah mengajak untuk beranjak dari gelapnya kebodohan dan berusaha untuk mencari kebenaran. Gelapnya kebodohan yang dimaksud adalah tidak berilmunya seseorang.
Sang pemburu dari Timur dapat diartikan sebagai ilmu, yang akan menerangi maupun memberi petunjuk di sepanjang hidup. Karena orang yang memiliki ilmu akan selalu memiliki acuan dalam tindak tanduknya dan paham mengenai eksistensinya dunia. Seperti filosofi padi, makin berisi makin merunduk. Begitu juga dengan ilmu yang dapat menghindarkan dari sifat kesombongan. Karena hakikatnya kesombongan akan menuntun manusia menuju kehancuran. Yang tertuang dalam QS. Al- Fajr : 6-13. Yang artinya :
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (6)(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi (7) Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain (8) Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah (9) Dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak) (10) Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri (11) Lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu (12) Karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab (13).” (QS. Al-Fajr: 6-13).

Bait 2
Terlelap saat tangan kiri Fajar di langit,
Kudengar Sesuara dalam Kedai menjerit,
Bangunlah, Anak-anakku, Isilah Piala
Sebelum Cairan Hidup di Piala kering
Sedangkan, untuk bait kedua terdapat kata kunci yang lagi-lagi harus dipahami. Sehingga dalam menafsirkan maknanya akan lebih mudah pahami
-          Sesuara dalam Kedai - datangnya waktu pagi ditandai dengan azan yang berkumandang di surau
-          Tangan Kiri Fajar - digambarkan sebagai sesuatu yang buruk, yang dapat mencelakai manusia. Misalnya sihir
-          Kedai ­- Masjid
-          Isilah Piala - berloma-lombalah dalam mecari pahala
-          Anak-anaku - sebutan untuk Hamba Allah
-          Cairan Hidup - kesehatan dan kebugaran jasmani
Pada bait kedua makna yang terkandung adalah ajakan untuk beribadah. Terlelap saat tangan kiri fajar dapat diartikan sebagai tidur di waktu malam. Karena pada saat malam tiba kejahatan merajalela. Seperti yang tertera dalam QS. Al-Falaq ayat 3-5, yang artinya :
“Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita(3), dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya)(4), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki(5).”
Dalam baris ke-1 tersebut tangan kiri diibaratkan sebagai sesuatu yang buruk. Seperti dalam norma yang ada dimasyarakat, hal-hal yang baik selalu dikaitkan dengan kanan. Salah sastu contoh adalah masuk masjid. Adapun hadits nabi yang menunjukan bahwa hal-hal yang baik diidentikan dengan sebelah kanan. Dari Aisyah radhiyatullahu’anha ia berkata :
“Dahulu Nabi shallallahu’alaihi wasallam amat menyukai memulai dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam urusan yang penting semuanya” (Muttafaqun’alaih)
Adapun penafsiran bait kedua adalah menggambarkan mulai masuknya waktu shubuh. Ditandai dengan muadzin yang mengumandangkan adzan dimasjid.  Sedangkan, pada bait ketiga yang berbunyi “Bangunlah, Anak-anakku, Isilah Piala” menunjukan jika terdengar adzan shubuh bersegeralah untuk bangun. Karena sesungguhnya terdapat banyak sekali keutamaan dalam sholat shubuh diantaranya berada dalam jaminan Allah SWT. Sesuai sabda Rasulullah
“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim)

Dan keutamaan lainnya adalah sholat shubuh berjamaah adalah seperti telah sholat semalam suntuk. Selain itu, sholat shubuh merupakan salah satu sholat yang menjadi pembeda bagi orang yang munafik dengan orang yang beriman.
Adapun makna dari baris keempat adalah keutamaan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Karena sebenarnya dunia adalah adalah ladang untuk mengumpulkan pahala. Untuk bekal diakhirat. Seperti nasihat Rasulullah kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhumaHiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari)

Hadist lain yang juga berisi anjuran unttuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin adalah lakukan lima hal sebelum datang 5 perkara. Rasulullah bersabda :
[1] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
[2] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
 [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim)

Bait 3
Saat jago berkokok, mereka yang didalam
Kedai berseru-seru “Buka Pintu, bukalah!
Betapa sempitnya waktu yang kita miliki,
Dan, begitu keluar, tak ingin pulang.”
Sedangkan, untuk bait ketiga terdapat kata kunci, diantaranya :
·         Jago berkokok - dapat diartikan sebagai pertanda masuk waktu shubuh (adzan)
·         Kedai - digambarkan sebagai sesuatu yang buruk, yang dapat mencelakai manusia. Misalnya sihir
·         Buka pintu ­- Masjid
·         Tak lagi ingin pulang - berloma-lombalah dalam mencari pahala
·         Betapa sempitnya waktu - waktu manusia didunia yang hanya sebentar
Pada bait pertama, maksud yang ingin disampaikan oleh Umar Khayyam adalah ketika pagi menjelang orang-orang yang beriman berbondong-bondong menuju ke masjid. Jago berkokok menunjukan tibanya waktu fajar, yang merupakan tanda datangnya waktu sholat shubuh.
Mereka yang di dalam dapat diinterpretasikan sebagai orang-orang yang beriman. Yang melaksanakan sholat shubuh di masjid. Kerinduan untuk bermunajat kepada Sang Ilahi-lah yang memotivasi para mukminin untuk menegakan sholat shubuh di masjid. Karena hanya amal shalehlah yang kelak menjadi penolong. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Yang mengikuti mayit ke kuburnya ada tiga, lalu dua kembali dan yang tinggal bersamanya hanya satu; yang mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya, lalu kembali keluarga dan hartanya, dan yang tinggal hanya amalnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Selain itu, hakikat diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti yang tertera dalam QS. Adz-Zariyat ayat 56.
“Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku,” (QS. Adz-Zariyat :56)
Kalimat “Buka Pintu, bukalah” menggambarkan munajat seorang mukmin agar selalu diberi pintu ampunan dan rahmat Allah SWT. Sebab, manusia tidak akan pernah lepas dari dosa. Sehingga dengan rahmat-Nya lah manusia bisa memperoleh ketenangan hati. Seperti yang tertera dalam QS. Az-Zumar ayat 54-55.
Yang artinya : “Dan kembalilah  kepada Tuhanmu dan serahkanlah diri kamu kepadaNYa sebelum azab menimpa kamu dan selepas itu kamu tidak akan ditolong lagi (54). Dan ikutilah Al Qur’an sebaik-baik hidayah yang diturunkan Tuhan kamu sebelum azab menimpa kamu secara mendadak, sedangkan kamu tidak sadar (55)” (QS. Az-Zumar:54-55)
Baris tersebut juga mengingatkan, bahwa hanya kepada Allah-lah tempat untuk meminta segala sesuatu. Janganlah sampai berputus asa terhadap rahmat Allah. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS.  Yusuf ayat 87.
Yang artinya : “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf:87)
Baris ketiga menjadi pengingat bahwa dengan terbatasnya waktu yang dimiliki manusia dunia agar dimanfaatkan.  Sebagai sarana mencari ladang pahala, karena dunia hanyalah sementara. Ada kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat. Seperti yang teretera dalam QS Al-Ankabut ayat 64.
Yang artinya : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”.
 Dunia merupakan ujian bagi setiap manusia. Menguji seberapa kuat menahan nafsu untuk tidak tergoda dengan segala kemewahan dan kenikmatan yang ditawarkannya. Seperti sebuah hadist yang disampaikan Rasulullah. Bahwa dunia merupakan penjara bagi mukmin, dan surge bagi orang kafir.
Baris yang terakhir secara implisit menyatakan bahwa setiap ibadah yang dilakukan akan memberikan ketentraman, dan ketenangan jiwa. Seseorang yang sudah merasakan kenikmatan beribadah, tidak akan pernah tergesa-gesa dalam melaksanakan ibadah. Justru akan selalu menanti-nanti datangnya waktu ibadah.
Seperti halnya Rasulullah SAW, yang selalu mengerjakan sholat malam disetiap malamnya. Tidak ingin segera mengakhiri munajatnya kepada Sang Khalik. Sehingga orang yang sudah mencapai kenikmatan ibadah digambarkan seperti “Begitu Keluar, tak ingin pulang”.
Ketiga bait di atas merupakan syair yang terdapat dalam rubaiyyat Umar Khayyam. Untuk memahaminya diperlukan pendekatan ilmu tasawuf. Karena jika pendekatan yang digunakan berbeda akan terjadi pergeseran makna yang sebenarnya. Atau bahkan sama sekali tidak akan bisa menangkap maksud yang ingin disampaikan oleh sang penyair.
Selamat belajar!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Duizhang's Biography and facts

Buah bibir di kalawangan Kami

House of Sampoerna