Contoh Syair
Sebelum
membahas mengenai contoh syair, alangkah baiknya jika mengetahui apa itu syair.
Dan bagaimana perkembangnnya. Tradisi masyarakat Arab dalam mengekspresikan
perasaan, dengan syair sudah ada sejak dahulu. Bahkan, sebelum munculnya islam.
Saat itu, isi syair ditulis didominasi oleh hal-hal yang bersifat duniawi
sehingga dikenal sebagai syair Jahili. Diwan al-Arab yang berarti catatan
sejarah bangsa Arab, merupakan salah satu bukti bahwa syair tak hanya digunakan
untuk mengekspresikan perasaan.
Namun,
juga sebagai media dalam untuk menginformasikan kondisi lingkungan, dan
peperangan yang terjadi. Masyarakat umum seringkali kesulitan dalam memahami
makna syair yang ditulis para Sufi. Sebab karakternya yang bersifat terbuka,
padat, dan penuh makna. Serta penggunaan
lambang kenikmatan duniawi telah menjadi ciri khas syair sufi.
Seiring
dengan masuknya agama islam ke Indonesia. Masyarakat pribumi pun mulai mengenal
syair. Dan melahirkan penyair-penyair yang sangat mahsyur seperti Hamzah Fansuri.
Definisi syi’ir atau syair :
Secara
umum beberapa ahli mendefinisikan syair sebagai “Suatu kalam (ungkapan atau rangkaian kalimat) yang sengaja diberi
wazan dan qafiyah” (Luis Ma’ruf).
Namun, seiring bertambahnya waktu definisi tersebut mengalami beberapa
perkembangan. Seperti yang dituturkan Ahmad Hasan al-Zayyat yang beranggapan
bahawa syair merupakan “kalam yang
sengaja disusun berdasarkan wazan dan qafiyah, menggambarkan imajinasi yang
indah dan ilustrasi yang menarik”.
Tidak
jauh berbeda dengan definisi yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Pengarang
al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, mendefinisikan syair sebagai “kalam yang fasih yang berdasarkan pada
wazan dan qafiyah, dan biasanya mengungkapkan tentang gambaran-gambaran
imajinasi yang indah”.
Berdasarkan
definisi yang dikemukan para ahli, terdapat 4 hal yang menjadi unsur syair.
Yakni wazan dan qafiyah, imajinasi (khayal),
serta tujuan (al-ghardh).
Tema-tema syair
1. Al-madh atau lebih dikenal dengan syair pujian.
Biasanya pujian tersebut ditujukan kepada seseorang atau mengekspresikan
kekaguman terhadap sesuatu. Syair jenis ini sudah ada sejak masa Jahiliyah,
hingga masa modern. Biasanya syair jenis al-madh sering digunakan untuk memuji
raja, sehingga lebih banyak berkembang di area istana. Salah satu penyair yang
dulunya sering menciptakan syair jenis ini adalah Sanai.
2.
Al-hija
merupakan syair ejekan. Pergeseran zaman membuat syair al-hija hanya bertahan
sampai masa pemerintahan Daulat Abasiyah. Kurang diminatinya syair al-hija karena terjadiya peregeseran
situasi politik. Sehingga para penyair lebih tertarik untuk menjadikan politik
sebagai tema syairnya. Namun, pada awal islam syair ini kembali diminati oleh
masyarakat. Dan digunakan sebagai media untuk membalas ejekan yang diutarakan
oleh orang kafir.
3. Al-ghazal, syair jenis ini seringkali digunakan sebagai
syair rayuan. Pada masa modern syair ini dimaknai sebagai syair percintaan. Al-ghazal
diminati sampai akhir pemerintahan Daulat Abbasiyah.
4. Al-hamasah atau syair penyemangat. Yang seringkali
digunakan sebagai penyemangat saat berperang. Terutama pada saat banyak terjadi
perebutan wilayah yang dilakukan kaum muslimin di masa Bani Umayah dan awal
mula muculnya agam islam. Syair ini sangat membantu dalam membangkitkan
semangat para prajurit saat itu. Dan lagi-lagi karena pergeseran zaman syair
ini tidak lagi diminati oleh masyarakat Arab. Saat ini, mereka lebih menyukai
syair yang berhubungan dengan nasionalisme atau biasa disebut dengan al-syi’r al-wathani.
5. Al-fakhkhar, membanggakan diri merupakan tujuan dari
penulisan syair ini. Hal ini berkaitan dengan kultur masyarakat Arab yang senang
membanggakan diri. Sebab, dalam jika seseorang memiliki sesuatu yang lebih ia
akan dihormati, disanjung, serta dijunjung.
6. Al-washaf adalah syair yang memiliki bentuk deskriptif. Isinya
yang insiratif dan imajinatif membuat syair ini sangat diminati dan mengalami
banyak perkembangan. Isi yang termuat dalam al-washaf
biasanya menggambarkan tentang keindahan alam, kehancuran, pemandangan, serta
peperangan.
7. Al-ritsa atau biasa diartikan sebagai syair ratapan.
Syair yang biasa digunakan sebagai ungkapan belasungkawa. Sampai saat ini,
syair ratapan masih diminati. Bahkan, mengalami perkembangan yang cukup
signifikan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Syairnya yang berkaitan dengan
kondisi psikologis menjadikan alasan kenapa syair ini masih dapat bertahan.
8. Syair modern
munculnya tema baru dalam persyairan,
dipengaruhi oleh berubahnya minat penyair. Yang cenderung ke arah sosial,
budaya, dan kemanusiaan. Jenis syair yang muncul diantaranya al-syi’ir
al-ijtima’I atau syair sosial, al-syi’ir
al-watanni atau syair nasionalisme, dan terakhir syair sejarah atau
al-syi’ir wa al-ta’limi.
Syair sufi
Syair
sufi adalah salah satu diantaranya sekian syair hasil perkembangan budaya.
Syair yang lebih menekankan tentang aspek spiritual seorang insan dengan
Tuhannya. Penggunaan simbol sebagai lambang untuk mengekspresikan kecintaan
kepada Sang Rabb seringkali didapati dalam syair ini. Namun, hal tersebut juga
sering membuat orang untuk salah
persepsi tiap kali membaca syair sufi. Alasan penggunaan symbol dan
lambang dikarenakan tidak mampunya bahasa manusia untuk mendekripsikan perasaan
atau emosi yang sangat dalam, yang dirasakan oleh para sufi.
Perkembangan syi’ir sufi
Muhammad
al-Mun’im Khafaji mengakategorikan perkembangan syair sufi dalam 5 fase, yaitu
:
1.
Fase pertama,
pada fase ini para penyair menuliskan syairnya secara apa adanya. masih
mengikuti trend saat itu, baik dari aspek seni, pemikiran, maupun sastra. Fase
ini berlangsung di masa Khalifah Bani Abbasiyah, antara 100-200 Hijriyah. Penyair
yang hidup di jaman ini adalah Rabi’ah Al-Adawiyah.
2.
Perkembangan yang
cukup signifikan terjadi di fase kedua. Pada fase ini mulai syair sufi mulai
memiliki ciri khasnya tersendiri. Seperti penggunaan lambang-lambang. Fase ini
terjadi mulai tahun 300 sampai 400 H.
3.
Syair yang
mengungkapkan kecintaan kepada Sang Ilahi, kerinduan terhadap tempat yang disucikan,
serta pujian bagi Rasul menjadi ciri khas syair yang berada di fase ke tiga. Di fase yang terjadi sekitar
400 H sampai 600H inilah mulai banyak bermunculan syair-syair sufi Persia. Berikut
ini salah satu contoh penggalan syair yang digubah oleh Syekh Abdul Qadir
al-Jilani:
يا من تحل
بذكره عقد
النوائب والشدائد
يا من إليه
المشتكى وإليه
أمر الخلق عائد
يا حي يا قيوم يا
صمد تنزه
عن مضادد
أنت العليم بما
بليت به
وأنت عليه شاهد
أنت الرقيب على
العباد وأنت
فى الملكوت واحد
أنت المنزه يا
بديع الخلق
عن ولد ووالد
أنت المعز لمن
أطاعك والمذل
لكل جاحد
Wahai Engkau yang dengan mengingatNya
terlepas semua simpul kesulitan dan kesusahan
Wahai Engkau tampat mengadu, yang
padaNya semua makhluk kembali
Wahai Engkau yang Maha Hidup, Yang
berdiri dengan sendirinya, Tempat bergantung segala sesuatu, yang suci dari
semua yang berlawanan dengan hal itu
Engkau yang tahu dengan semua balaMu,
dan Engkau pula yang menyaksikannya
Engkaulah penjaga semua hamba, dan
Engkaulah satu-satunya yang ada dalam kerajaan
Engkau yang suci -wahai pencipta
makhluk-, dari melahirkan dan dilahirkan
Engkaulah pemberi kemuliaan bagi yang
mentaatiMu, dan pemberi kehinaan bagi yang mendurhakaiMu.
4.
Fase yang merupakan
perkembangan yang cukup pesat dan terjadi ditahun 700 Hijriyah, yakni fase
keempat. Dengan ciri khas yang terdiri dari ghazal, khamr, menjadi mempengaruhi
cara bersyair kaum sufi. Yang awalnya ghazal hissi tersebut sudah berubah
menjadi ghazal spiritual. Perubahan gaya bahasa pada fase ini dipengaruhi oleh
Ibnu Farid. Hal tersebut pun mulai menyebar mempengaruhi syair-syair yang ada
dibeberapa tempat, misalnya Perancis, Andalus, Turki, serta Persia. Termasuk
Indonesia. Salah satu syair Ibnu Farid
فكل الذى شاهدته فعل واحد بمفرده لكن بحجب الأكنة
إذا ما أزال الستر لم
تر غيره ولم يبق بالأشكال إشكال
ريبة
Setiap
yang kusaksikan adalah satu, akan tetapi dari tempat yang tersembunyi
Jika
tirai itu tidak tersingkap, kau tidak akan menyaksikan yang lainnya, tidak ada
bentuk lain selain keraguan.
5.
Dan fase yang
terakhir terjadi disekitar tahun 800 Hijriyah, hingga sekarang. Di fase ini
perkembangan syair yangterjadi tidak jauh berbeda dengan fase keempat.
Karakteristik syi’ir sufi
Syi’ir
sufi memiliki karaketristiknya sendiri, yang membedakannya dari syair lainnya:
a.
Tema yang
digunakan merupakan tema spiritual serta lebih banyak menggunakan simbol-simbol
.
b.
Mengungkapkan
kecintaan terhadap Tuhan, Rasul, serta kerinduan terhadap tempat-tempat yang
disucikan.
c.
Dalam syair sufi,
sifatnya cenderung mistik dibandingkan logis. Karena berkaitan dengan emosi
yang menyangkut kejiwaan.
d.
Untuk
mendeskripsikan sesuatu sangat eksresif, imajinatif, dan kreatif, serta sarat
akan makna. Sehingga untuk memahaminya perlu pendekatan ilmu tasawuf.
e.
Berdasarkan
jenisnya syair sufi dikategorikan sebagai syair romantik iluminasi spiritualis.
f.
Adanya
keterkaitan antara symbol-simbol yang digunakan dengan ilmu tasawuf yang dianut
penyair. Sehingga kebanyakan syair didominasi oleh syair hikmah dan moral,
syair pensucian Tuhan, dan lain sebagainya.
Symbol dalam syair sufi
Penggunaan
simbol menjadi karakteristik dalam syair sufi. Namun, penggunaan symbol yang
bersifat ke duniawian seringkali menimbulkan kesalahan persepsi. Karena
pengertian antar makna symbol yang digunakan dan makna sebenarnya yang sangat
jauh. Seperti kata khamr jika diartikan sebagai makna sebenarnya adalah minuman
yang memabukan, tetapi kaum sufi mengartikan khamr sebagai kenikmatan berjumpa
dengan Tuhan.
Kaum
sufi menggunakan simbol-simbol yang sifatnya deskripsi indrawi, percintaan
indrawi, dan juga mabuk indrawi untuk menggambarkan kecintaan kepada Tuhannya.
Sehingga pada syair sufi banyak ditemukan kata al-khamr, mata, pipi, rambut,
wajah, dan lain sebagainya. Penggunaan lambang tersebut dikarenakan terbatasnya
bahasa manusia dalam menyatakan kecintaan terhadap Tuhan.
Contoh syair
Salah
satu syair yang mahsyur dikenal dunia Barat dan Timur adalah Rubaiyyat yang
merupakan puisi 4 bari karya Umar Khayyam. Seorang astronom, ahli matematika,
dan seorang filsuf yang lahir di tahun 1048. Karyanya merupakan ungkapan
keresahan akan semakin merajalelanya
kakacauan dan kemunafikan yang terjadi di tanah kelahirannya, negeri Persia. Ia
tak pernah mempublikasikan puisi-puisinya, karena pada saat itu kerajaan
memberlakukan sensor.
Tak ayal, dunia baru mengenal karyanya
800 tahun setelah ia wafat. Ketika penyair dari Skotlandia menerjemahkan
karya-karyanya ke dalam bahasa Inggris, ditahun 1809. Anggur, wanita, pipi tulip, rambut ikal,
acapkali ia gunakan pada bait-bait puisinya. Sehingga menimbulkan perbedaan
persepsi dikalangan pembaca.
Karena penggunaan simbol yang tidak
dibarengi dengan penjelesan yang aksplisit. Sebagian menginterpretsikan Umar
Khayyam sebagai hedonis. Namun, M. Nicole seorang penyair kebangsaan Perancis.
Tidak setuju dengan pendapat Fitzgerald. Karena ia melihat sebagian besar karyanya menggunakan lambang yang berhubungan
dengan sufi. Seperti salah satu kutipan dari 186 rubaiyyatnya ini
Bait 1
Bangun! Cakrawala pagi dalam Kubah
Malam
T’lah lemparkan Batunya bubarkan
Berbintangan
Lihat! Sang Pemburu dari Timur pun
Merasuk
Bilik Loteng Sultan berupa Simpulan
Cahya
Untuk dapat memahami bait rubaiyyat
diatas, terdapat beberapa kata kunci di tiap baris. Diantaranya :
-
Cakrawala pagi - datangnya waktu pagi
-
Kubah Malam - menunjukan kebodohan yang membuat manusia
berada dalam kegelapan
-
Sang pemburu dari Timur - merupakan gambaran ilmu yang akan memberi
petunjuk bagi manusia.
-
Simpulan Cahya - simpulan cahaya berarti seseorang yang
berilmu akan memiliki simpulan cahaya dalam hatinya. Sehingga tidak mudah
tergoda dengan hal-hal yang tidak baik.
-
Bilik Loteng Sultan - simbol yang menggambarkan kesombongan, dan
senang akan kemewahan
Untuk
dapat memahami maksud dari puisi di atas, harus menggunakan pendekatan tasawuf.
Ilmu taswuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihkan akhlaq, untuk mendapatkan kebahagiaan abadi. Karena, apabila
menilik syair diatas menggunakan pendekatan biasa akan terjadi perbedaan makna.
Seperti
halnya ketika Edward Fitzgerald menerjemahkan rubaiyyat Umar Khayyam. Terutama
pada puisinya yang berbunyi, Fitzgerald beranggapan jika Umar Khayyam menentang
para sufi.
Buah Anggur, mengandung
sebuah Serat;
Laksana urat melekat di Tubuhku -- biarlah sang Sufi mencela;
Tentang Logam Dasarku yang mungkin menyimpan sebuah Kunci, Kunci pembuka Pintu yang diratapnya dari luar.
Laksana urat melekat di Tubuhku -- biarlah sang Sufi mencela;
Tentang Logam Dasarku yang mungkin menyimpan sebuah Kunci, Kunci pembuka Pintu yang diratapnya dari luar.
Padahal
maksud sebenarnya dari bait puisi diatas adalah penggambaran akan nikmatnya
betemu dengan Tuhan.
Pada
saat membaca puisi bait 1 menggunakan pendekatan orang awam. Makna tersurat
yang ditangkap adalah bangun dari tidur. Hal ini dapat ditandai dari
digunakannya kata bangun pada baris pertama rubaiyyat tersebut. Serta diikuti
dengan kalimat “Sang Fajar pun Merasuk dari Timur” yang secara tersurat dapat
diartikan telah terbitnya matahari dari ufuk timur.
Namun,
tentunya seorang sufisme yang besar tidak akan hanya membahas tentang bangun
bangun tidur. Dari beberapa kata kunci yang telah di telaah satu per satu. Dapat
ditemukan makna tersirat dalam puisi tersebut adalah mengajak untuk beranjak
dari gelapnya kebodohan dan berusaha untuk mencari kebenaran. Gelapnya
kebodohan yang dimaksud adalah tidak berilmunya seseorang.
Sang
pemburu dari Timur dapat diartikan sebagai ilmu, yang akan menerangi maupun
memberi petunjuk di sepanjang hidup. Karena orang yang memiliki ilmu akan
selalu memiliki acuan dalam tindak tanduknya dan paham mengenai eksistensinya
dunia. Seperti filosofi padi, makin berisi makin merunduk. Begitu juga dengan
ilmu yang dapat menghindarkan dari sifat kesombongan. Karena hakikatnya
kesombongan akan menuntun manusia menuju kehancuran. Yang tertuang dalam QS.
Al- Fajr : 6-13. Yang artinya :
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (6)(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai
bangunan-bangunan yang tinggi (7) Yang belum pernah dibangun (suatu kota)
seperti itu, di negeri-negeri lain (8) Dan kaum Tsamud yang memotong
batu-batu besar di lembah (9) Dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak
(tentara yang banyak) (10) Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri (11) Lalu
mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu (12) Karena itu Tuhanmu
menimpakan kepada mereka cemeti azab (13).” (QS. Al-Fajr: 6-13).
Bait 2
Terlelap saat tangan kiri Fajar di
langit,
Kudengar Sesuara dalam Kedai menjerit,
Bangunlah, Anak-anakku, Isilah Piala
Sebelum Cairan Hidup di Piala kering
Sedangkan, untuk bait kedua terdapat
kata kunci yang lagi-lagi harus dipahami. Sehingga dalam menafsirkan maknanya
akan lebih mudah pahami
-
Sesuara dalam Kedai - datangnya waktu pagi ditandai dengan azan
yang berkumandang di surau
-
Tangan Kiri Fajar - digambarkan sebagai sesuatu yang buruk, yang
dapat mencelakai manusia. Misalnya sihir
-
Kedai -
Masjid
-
Isilah Piala - berloma-lombalah dalam mecari pahala
-
Anak-anaku -
sebutan untuk Hamba Allah
-
Cairan Hidup - kesehatan dan kebugaran jasmani
Pada bait kedua makna yang terkandung
adalah ajakan untuk beribadah. Terlelap saat tangan kiri fajar dapat diartikan sebagai
tidur di waktu malam. Karena pada saat malam tiba kejahatan merajalela. Seperti
yang tertera dalam QS. Al-Falaq ayat 3-5, yang artinya :
“Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap
gulita(3), dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada
buhul-buhul (talinya)(4), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia
dengki(5).”
Dalam baris ke-1 tersebut tangan kiri
diibaratkan sebagai sesuatu yang buruk. Seperti dalam norma yang ada
dimasyarakat, hal-hal yang baik selalu dikaitkan dengan kanan. Salah sastu
contoh adalah masuk masjid. Adapun hadits nabi yang menunjukan bahwa hal-hal
yang baik diidentikan dengan sebelah kanan. Dari Aisyah radhiyatullahu’anha ia berkata :
“Dahulu Nabi shallallahu’alaihi wasallam amat menyukai memulai dengan kanan
dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam urusan yang penting
semuanya” (Muttafaqun’alaih)
Adapun penafsiran bait kedua adalah
menggambarkan mulai masuknya waktu shubuh. Ditandai dengan muadzin yang
mengumandangkan adzan dimasjid. Sedangkan,
pada bait ketiga yang berbunyi “Bangunlah, Anak-anakku, Isilah Piala”
menunjukan jika terdengar adzan shubuh bersegeralah untuk bangun. Karena
sesungguhnya terdapat banyak sekali keutamaan dalam sholat shubuh diantaranya
berada dalam jaminan Allah SWT. Sesuai sabda Rasulullah
“Barangsiapa yang shalat subuh maka
dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut
sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya
dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan
menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim)
Dan keutamaan lainnya adalah sholat shubuh berjamaah adalah seperti telah sholat semalam suntuk. Selain itu, sholat shubuh merupakan salah satu sholat yang menjadi pembeda bagi orang yang munafik dengan orang yang beriman.
Dan keutamaan lainnya adalah sholat shubuh berjamaah adalah seperti telah sholat semalam suntuk. Selain itu, sholat shubuh merupakan salah satu sholat yang menjadi pembeda bagi orang yang munafik dengan orang yang beriman.
Adapun makna dari baris keempat adalah keutamaan untuk
memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Karena sebenarnya dunia adalah adalah ladang
untuk mengumpulkan pahala. Untuk bekal diakhirat. Seperti
nasihat Rasulullah kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma “Hiduplah
engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.”
(HR. Bukhari)
Hadist lain yang juga berisi anjuran unttuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin adalah lakukan lima hal sebelum datang 5 perkara. Rasulullah bersabda :
Hadist lain yang juga berisi anjuran unttuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin adalah lakukan lima hal sebelum datang 5 perkara. Rasulullah bersabda :
[1] Waktu sehatmu
sebelum datang waktu sakitmu,
[2]
Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
[3] Masa kayamu sebelum datang masa
kefakiranmu,
[4]
Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
[5]
Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim)
Bait 3
Saat jago berkokok, mereka yang
didalam
Kedai berseru-seru “Buka Pintu,
bukalah!
Betapa sempitnya waktu yang kita
miliki,
Dan, begitu keluar, tak ingin pulang.”
Sedangkan, untuk bait ketiga terdapat
kata kunci, diantaranya :
·
Jago berkokok - dapat diartikan sebagai pertanda masuk waktu
shubuh (adzan)
·
Kedai -
digambarkan sebagai sesuatu yang buruk, yang dapat mencelakai manusia. Misalnya
sihir
·
Buka pintu -
Masjid
·
Tak lagi ingin pulang - berloma-lombalah dalam mencari pahala
·
Betapa sempitnya waktu - waktu manusia didunia yang hanya sebentar
Pada bait pertama, maksud yang ingin
disampaikan oleh Umar Khayyam adalah ketika pagi menjelang orang-orang yang
beriman berbondong-bondong menuju ke masjid. Jago berkokok menunjukan tibanya
waktu fajar, yang merupakan tanda datangnya waktu sholat shubuh.
Mereka yang di dalam dapat
diinterpretasikan sebagai orang-orang yang beriman. Yang melaksanakan sholat
shubuh di masjid. Kerinduan untuk bermunajat kepada Sang Ilahi-lah yang
memotivasi para mukminin untuk menegakan sholat shubuh di masjid. Karena hanya
amal shalehlah yang kelak menjadi penolong. Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda,
“Yang mengikuti mayit ke kuburnya ada tiga, lalu dua kembali
dan yang tinggal bersamanya hanya satu; yang mengikutinya adalah keluarganya,
hartanya dan amalnya, lalu kembali keluarga dan hartanya, dan yang tinggal
hanya amalnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Selain itu, hakikat diciptakannya
manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti yang tertera dalam QS.
Adz-Zariyat ayat 56.
“Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali
supaya mereka beribadah kepada-Ku,” (QS.
Adz-Zariyat :56)
Kalimat “Buka Pintu, bukalah” menggambarkan munajat seorang mukmin agar
selalu diberi pintu ampunan dan rahmat Allah SWT. Sebab, manusia tidak akan
pernah lepas dari dosa. Sehingga dengan rahmat-Nya lah manusia bisa memperoleh
ketenangan hati. Seperti yang tertera dalam QS. Az-Zumar ayat 54-55.
Yang artinya : “Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan serahkanlah
diri kamu kepadaNYa sebelum azab menimpa kamu dan selepas itu kamu tidak akan
ditolong lagi (54). Dan ikutilah Al Qur’an sebaik-baik hidayah yang diturunkan
Tuhan kamu sebelum azab menimpa kamu secara mendadak, sedangkan kamu tidak
sadar (55)” (QS. Az-Zumar:54-55)
Baris tersebut juga mengingatkan, bahwa hanya kepada
Allah-lah tempat untuk meminta segala sesuatu. Janganlah sampai berputus asa
terhadap rahmat Allah. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. Yusuf ayat 87.
Yang artinya : “Dan
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada yang berputus
asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf:87)
Baris
ketiga menjadi pengingat bahwa dengan terbatasnya waktu yang dimiliki manusia dunia
agar dimanfaatkan. Sebagai sarana
mencari ladang pahala, karena dunia hanyalah sementara. Ada kehidupan yang
lebih kekal yaitu akhirat. Seperti yang teretera dalam QS Al-Ankabut ayat 64.
Yang
artinya : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau
mereka mengetahui”.
Dunia merupakan ujian bagi setiap manusia.
Menguji seberapa kuat menahan nafsu untuk tidak tergoda dengan segala kemewahan
dan kenikmatan yang ditawarkannya. Seperti sebuah hadist yang disampaikan
Rasulullah. Bahwa dunia merupakan penjara bagi mukmin, dan surge bagi orang
kafir.
Baris
yang terakhir secara implisit menyatakan bahwa setiap ibadah yang dilakukan
akan memberikan ketentraman, dan ketenangan jiwa. Seseorang yang sudah
merasakan kenikmatan beribadah, tidak akan pernah tergesa-gesa dalam
melaksanakan ibadah. Justru akan selalu menanti-nanti datangnya waktu ibadah.
Seperti
halnya Rasulullah SAW, yang selalu mengerjakan sholat malam disetiap malamnya.
Tidak ingin segera mengakhiri munajatnya kepada Sang Khalik. Sehingga orang
yang sudah mencapai kenikmatan ibadah digambarkan seperti “Begitu Keluar, tak
ingin pulang”.
Ketiga
bait di atas merupakan syair yang terdapat dalam rubaiyyat Umar Khayyam. Untuk
memahaminya diperlukan pendekatan ilmu tasawuf. Karena jika pendekatan yang
digunakan berbeda akan terjadi pergeseran makna yang sebenarnya. Atau bahkan
sama sekali tidak akan bisa menangkap maksud yang ingin disampaikan oleh sang
penyair.
Selamat
belajar!
Komentar
Posting Komentar